Hari Baik untuk Menikah dalam Agama Islam
Hari Baik untuk Menikah – Dalam aktivitas pernikahan, salah satu hal yang paling sering dibahas adalah permasalahan tanggal atau pun hari baik untuk melaksanakan akad pernikahan. Sebelum menikah, baik pihak mempelai pria atau pun mempelai wanita biasanya sama – sama mencari tanggal atau pun hari yang dianggap baik untuk melangsungkan akad pernikahan. Hal ini dikarenakan sebagian orang masih banyak yang percaya jika tanggal atau pun hari pernikahan akan memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan rumah tangga mempelai yang akan segera menikah.
Selain mempercayai bahwa hari baik untuk menikah memang benar – benar ada, sebagian orang juga percaya jika hari buruk untuk menikah juga nyata adanya. Orang – orang golongan ini percaya jika aktivitas pernikahan yang dilangsungkan di hari – hari tertentu dapat menimbulkan bencana atau pun kesengsaraan terhadap keluarga mempelai yang akan melangsungkan pernikahan. Karena kepercayaan ini, sebagian orang bahkan sampai menunda aktivitas walimahan / akad nikah karena takut dengan berbagai macam mitos yang dipercayai akan terjadi ketika aktivitas walimahan dilangsungkan di tanggal – tanggal tertentu.
Hari Baik untuk Menikah dalam Agama Islam
Dalam Agama Islam sendiri, predikat dan gelar hari baik atau pun hari buruk untuk menikah pada dasarnya tidak pernah ada. Selama aktivitas pernikahan dijalankan dengan mengikuti syariat Agama Islam, aktivitas pernikahan itu selalu baik, walau pun dilakukan di hari – hari yang dipercayai merupakan hari atau pun bulan buruk. Hal ini berbeda dengan kepercayaan adat atau pun suku tertentu seperti suku Jawa yang mempercayai salah satu bulan sebagai bulan sial yang tidak baik untuk digunakan sebagai bulan untuk menikah.
Menurut Rasulullah SAW sendiri, kegiatan mempercayai hari buruk (thiyarah) merupakan perbuatah yang syirik. Hal ini senada dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmat, Abu Daud, dan Ibnu Majah yang artinya : “Thiyarah itu syirik.., Thiyarah itu syirik.., (diulang sebanyak 3 kali)” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah).
Meskipun begitu, jika menilik pada ajaran Rasulullah, aktivitas pernikahan sebaiknya dilakukan di bulan Syawal. Hal ini senada dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang menikahi Aisyah RA di bulan Syawal. Dalam salah satu hadits, Aisyah RA mengisahkan jika : “Rasulullah SAW menikahiku pada bulan Syawal dan mengadakan malam pertama dengan aku di bulan Syawal. Manakah istri beliau yang lebih mendapatkan perhatian selain aku?” Salah seorang perawi mengatakan, “Aisyah menyukai jikalau suami melakukan malam pertama di bulan Syawal.” (HR. Muslim, An-Nasa’i)
Selain bulan Syawal, menurut beberapa ulama, bulan baik lainnya untuk melangsungkan pernikahan adalah bulan Ramadhan. Hal ini dikarenakan, bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat spesial. Dibandingkan di bulan – bulan lainnya, ada banyak amalan perbuatan baik yang bisa dilakukan di bulan Ramadhan, yang nilai kebaikannya dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Sayangnya, ketika aktivitas pernikahan dilakukan di bulan Ramadhan, aktivitas hajatan pernikahan tentunya tidak akan bisa dilangsungkan segera. Hal ini dikarenakan di Bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa dan di malam harinya disunahkan untuk melaksanakan berbagai macam aktivitas ibadah sunah, sehingga sepertinya tidak memungkinkan untuk melangsungkan hajatan pernikahan di bulan ini. Untuk mengatasinya, aktivitas hajatan pernikahan dapat dilakukan setelah bulan Ramadhan selesai, sehingga tidak menggangu aktivitas ibadah di bulan Ramadhan.
Comments
Post a Comment